Sunday, September 16, 2018

Timoer Kopi yang Mengecewakan

Gue udah menemukan tempat nongkrong paling nggak enak seantero Surabaya, namanya Timoer Kopi. Niatan kami, gue, Sally, dan Cacha, untuk ke sana adalah awalnya untuk brunch cantik di cafe yang (setelah kami lakukan penelusuran di interntet) menyajikan kopi yang ciamik dan tempat foto-foto yang estetik. Tapi, ya, tujuan awalnya kan mau brunch, tapi, kok, kami nggak menemukan menu makanan apa-apa, ya? Bahkan di website semacam Trip Advisor dan Zomato pun nggak ada. Kami hanya bergantung pada ketepatan Google menyajikan informasi berupa ulasan dan gambar. Ya sudah lah, gue pikir, yang penting sampai di sana dulu aja. Gue udah laper banget. Perut gue nggak bisa berhenti menjerit, bahkan sampai bisa didengar oleh Sally yang sedang mencatok rambut gue.

Kami pesan taksi online melalui aplikasi di handphone dan kami langsung berangkat dari Novotel Samator di daerah Surabaya Timur. Yang seharusnya adalah perjalanan 22 menit menuju Timoer Kopi menjadi ngalor-ngidul nggak jelas selama satu jam lamanya. Supir taksi online kami yang sok ide inisiatif belok ke sana, belok ke sini, padahal rute menunjukkan lurus dan hanya lurus aja. "Ealah, harusnya ini nggak belok, Mbak. Lurus, tok, ini. Nggak usah belok ini," ucapnya. Gue udah terlalu lapar dan, apabila, gue ikut bersuara, keadaan bisa jadi mendadak runyam. 


Akhirnya kami sampai setelah satu kali putar balik, satu mundur cantik, dan perdebatan mengenai di mana letak Timoer Kopi. Timoer Kopi itu, saudara-saudara sekalian, terletak di sebuah bagian dalam ruko dan sama sekali nggak ada papan tanda apapun di bagian luar ruko, atau dipinggiran jalan, untuk memberitahu warga sekitar di mana letak tempat ngopi yang katanya interior design-nya oke punya itu. Belum lagi karena posisinya di dalam, benar-benar bangunan paling pojok di antara bangunan-bangunan lain, kami harus melewati segelintir potongan-potongan bata dan tumpukkan semen karena sedang ada pembangunan di ruko sebelahnya yang kalau kita kepleset juga sampai. 

Ya, udah. Untungnya udah sampai. Masih ada seiprit kesabaran yang tersisa untuk gue bisa bersosialisasi dengan manusia sekitar sampai makanan gue datang. 

Salah satu pelayan yang berjaga siang itu, kebetulan hanya ada dua pelayan aja, mempersilahkan kami duduk dan mengantar tiga pasang menu ke meja kami beberapa menit kemudian. Menu yang satu adalah menu makanan, sementara yang satu lagi adalah menu minuman. 

Menu minumannya cukup beragam, mulai dari kopi sampai mocktail. Di sini juga menyediakan pilihan V60 dan kopi hasilan manual brew lainnya jika kalian senangnya yang seperti itu. Karena gue udah lama nggak minum kopi, dan karena terakhir kali gue minum kopi asam lambung gue melejit, gue memesan satu teko teh daun serai untuk siang itu. Terlepas pilihan minumannya yang variatif, menu makanannya basi banget. Nggak bohong. Hanya ada tiga macam makanan aja, yaitu Nasi Gila, Nasi Ayam Sambal Matah, dan Tuna Aglio e Olio. Waduh, perasaan mau brunch cantik?


Saat itu adalah sekitar pukul 12:40 siang hari. Kami bertiga dengan cekatannya memesan minuman dan makanan yang kami mau. Karena kebetulan pilihan makanannya hanya tiga, jadi lah kami memesan masing-masing dari makanan tersebut untuk kami santap. Hitung-hitung kalau makanannya beda-beda, kan, jadi bisa saling icip. Kami juga memesan satu potong banana bread yang terpampang dengan cantiknya di etalase kasir, yang kami lewati saat kami masuk ke cafe tersebut. 

Kami kira pelayanannya akan cepat, ternyata nggak sama sekali. Minuman memang datang paling awal, tapi kami pun harus menunggu agak lama. Banana bread kami aja, yang kami minta untuk disajikan segera, baru disajikan di meja kami kira-kira 20 menit kemudian. "Mohon maaf ya, Kak, nunggunya agak lama. Banana bread kami nggak menggunakan tepung, tapi menggunakan ragi yang difermentasi, jadinya harus dihangatkan dulu supaya nggak keras," ucap salah satu pelayannya. Gue udah mau mencak-mencak, tapi masih gue tahan. 


Untungnya, banana bread-nya enak! Teksturnya empuk dan cukup padat. Keseluruhan kue itu sendiri udah manis, ditambah lagi ada potongan coklat leleh dan potongan pisang di sela-sela kuenya, jadinya tambah manis. Manisnya pun nggak membuat gue mual dan menurut gue ada di takaran porsi yang pas untuk dimakan bertiga oleh perempuan-perempuan kelaparan yang batas sabarnya hampir habis menunggu makanan yang nggak kunjung datang. Instant energy boost!

Hampir pukul setengah dua dan nggak ada satupun makanan yang datang. Gue mulai resah, Sally mulai nggak sabar, tapi untungnya Cacha masih waras untuk menetralkan hawa negatif yang kami berdua hasilkan. Kami bertiga serentak menatap dua pelayan yang dengan sangat lambannya memotong cabai dan menanak nasi di dapur yang jelas terlihat dari tempat kami duduk. Lamban banget. Selamban itu. "Gue kayak lagi ngeliat binatang yang lambat banget kerjanya itu di film Zootopia," ucap Cacha. Iya, betul, Flash si kukang. Bukannya nggak sopan, tapi pelayannya memang selambat itu. 

Akhirnya kami bertiga menyimpulkan bahwa, mungkin, bukan salah pelayanan di Timoer Kopinya, tapi memang cafe ini dibuat untuk santai. Nggak boleh nggak sabar kalau makan dan minum di sini, minimal nggak ada acara apa-apa dan memang tujuannya adalah untuk duduk sembari ngeteh, atau ngopi sembari ngerjain tugas kuliah (karena letaknya dekat dengan ITS dan UNAIR, mungkin cafe ini digemari oleh banyak adik-adik mahasiswa yang senang dengan kesunyiannya), atau foto-foto di semua sudut-sudut estetik cafe ini untuk bisa diunggah ke Instagram. Makanannya aja dimasak satu persatu dan dengan sangat-sangat lambat pula. Kalau yang dimasak rawon, atau rendang, gue bisa memaklumi. Tapi, ini hanya nasi pakai lauk. Lauknya pun nggak susah masaknya, cuma sosis dan bakso dipotong, dioseng dengan telur orak-arik, tumpahin kecap yang banyak, tambahin garam dan merica buat rasa-rasa, dan terakhir tambahkan irisan cabai. Nggak masuk di akal. 

Inhale. Exhale. 

Makanannya nggak istimewa. Hanya sekedar makanan rumahan yang kalau kita masak di rumah pun hanya karena itu udah malam dan perut lapar, tapi nggak ada bahan banyak dan kemampuan kita untuk masak juga terbatas, nah, jadilah makanan-makanan di Timoer Kopi ini. 


Gue harus mengakui bahwa nasinya enak. Teksturnya empuk dan rasanya manis, contoh nasi yang enak banget kalau dimakan pakai lauk, porsinya juga nggak terlalu banyak kalau untuk makan-makan cantik. 

Makanan yang pertama datang adalah Nasi Gila, yang berupa sepiring nasi dengan tumpukan potongan lauk berkecap seperti yang gue jelasin di beberapa paragraf sebelum ini. Rasanya, ya, manis kecap dan sedikit gurih aja. Sekian. Untung sosis dan baksonya dimasak sampai matang, kalau nggak bisa bubar dunia persilatan. 

Selang 20 menit kemudian, datang Nasi Ayam Sambal Matah yang gue pesan. Tampangnya mengerikan dan kering. Sambal matahnya berwarna coklat seperti habis digoseng dipenggorengan. Setahu gue, sih, sambal matah itu disajikan mentah, tapi mungkin guenya juga yang kurang informasi mengenai dunia kuliner. Ayamnya dimasak sampai matang, tapi nggak sampai alot, atau susah dikunyah karena teksturnya yang seperti karet. 


Pedasnya bukan main. Gue sampai harus beberapa kali berhenti makan saking pedasnya dan gue memang nggak kuat pedas. Keseluruhan makanannya yang panas dan kering membuat sensasi pedas dan nyelekit di mulut gue makin menjadi-jadi. Rasanya cukup hambar karena nggak ada rasa lain selain ayam yang gurih dan sambal matah yang pedas, alhasil gue beranjak ke kasir yang merangkap dapur dan meminta kecap agar makanan gue ada manisnya sedikit. 

Makanan yang terakhir datang, dan datangnya pun sekitar pukul dua siang, adalah Tuna Aglio e Olio. Porsinya cukup banyak, warnanya merah menyala dari osengan cabai dan tomat, dan penyajiannya cukup menarik perhatian. Menurut gue, tingkat kematangan spaghetti-nya pas banget karena teksturnya yang nggak lembek dan juga nggak keras. Bumbu dari spaghetti itu sendiripun cukup untuk perasa dan suwiran tunanya juga nggak terlalu sedikit. 

Tapi, gue tetap kecewa karena gue udah terlanjur berekspektasi tinggi terhadap Timoer Kopi. Gue sama sekali nggak merekomendasikan kalian untuk makan di cafe ini. Minum masih oke, tapi harus super sabar dengan pelayanannya yang sangat lelet. Tempatnya pun sangat cantik kalau kalian mau foto-foto cantik nan manja. Tapi, kalau untuk urusan makan, mendingan kalian cari warteg aja. Makanannya jelas, pelayanannya cepat, dan harganya terjangkau. 


Timoer Kopi
Este Square D2-D3
Jl. Mulyorejo Utara, No. 145-A
Surabaya, Jawa Timur 60115

Opening Hours:
TUE - SUN: 9AM - 9PM

2 comments:

  1. kopi adalah sesuatu minuman yang sangat digandrungi oleh anak muda. jenis kopi termahal saat ini adalah kopi luwak. yuk simak bagaimana Pak Sugeng mengolah biji kopi luwak yang mahal ini. http://news.unair.ac.id/2016/07/22/resign-dari-gm-alumni-unair-kembangkan-bisnis-kopi-luwak-cikole/ . Cheers :)

    ReplyDelete
  2. Waaah sayang banget ya kalau kecewa, Timoer Kopi ini salah satu coffeeshop favorit saya pas liburan ke Surabaya. Saya juga naik taksi online tapi aman2 aja gak ada adegan nyasar. Plus kopi di sini juga enaaak banget. Tempatnya memang biasa aja, ya menurut saya mah kalau nyari tempat ngopi kece badai banyaaak banget di Surabaya. Tapi tempat inituh kopi enak, tempat juga kereen. Sejak pertama kali ke sini tahun 2019 saya tiap ke Surabaya pasti mampir ke sini.

    ReplyDelete