Masih seputar Medan. Mungkin kalau orang Medan yang ke Bekasi, mereka juga akan takjub kali, ya, mengenai betapa banyaknya makanan yang mereka belum pernah coba. Ya, sama, seperti gue sekarang ini. Masih getol-getolnya pingin nyobain makanan ini itu di Medan. Ini aja belum di kota Medannya langsung, masih di sekitar Kuala Namu. Apa jadinya kalau gue ketemu Ucok Durian dan kawan-kawannya?
Sering kali gue males banget jalan dan turun ke bawah untuk menyari makanan. Baik itu untuk makan siang, atau makan malam, ujung-ujungnya pasti gue bergantung pada menu makanan yang ada di meja kamar gue dan sambungan telefon ke room service. Dengan sigapnya gue memencet angka 2, atau kalau sedang sibuk dan nggak bisa dihubungi memencet kombinasi angka 8005, dan memesan makanan yang mau gue santap.
Makanan andalan gue setiap gue memesan room service adalah Capcay Seafood dan Tahu Gejrot. Kali ini, gue mau menyoba variasi lain. Jatuhlah pilihan pada Ayam Cabe Ijo dan Tempe Mendoan.
Berhubung gue sedang diet, gue menghindari makanan-makanan yang mengandung karbohidrat dan gula, tapi ndilalah waktu itu gue dikasih terbang dengan kapten yang perhatian, dibelikanlah gue sebungkus Mie Aceh oleh beliau. Waktu itu beliau dan keluarganya menyempatkan untuk jalan-jalan ke kota, sementara gue mendekam di kamar bersama laptop. Tiba-tiba ada suara ketukan di pintu, dan pas gue intip dari door viewer ada sesosok yang melengos ke kiri dan menghilang. Gue buka pintunya dan langsung bunyi "kresek-kresek". Ternyata makanan gue disangkutin di pintu kamar. Gue tengok ke kiri dan masih ada sosok tersebut yang ternyata adalah anak laki-laki kapten gue yang sedang berlari kecil menuju kamarnya. Langsung gue teriak, "Kapten, terima kasih!". Lalu ada kepala nyembul dari pintu kedua setelah kamar gue, "Yo, sama-sama!".
Nggak masalah diet gue hancur malam itu karena Mie Acehnya enak banget! Nggak Mie Acehnya bikinan siapa, pokoknya judulnya Mie Aceh dan dibeli di Kota Medan. Mienya gemuk-gemuk dan empuk, berwarna kuning langsat, ditaburi irisan bawang merah, lauk-pauk yang kelihatannya seperti otak-otak dan telur orak-arik, sepotong jeruk nipis untuk diperas diatasnya, dan beberapa potong timun. Serius, mienya seenak itu! Rasanya gurih, belum pernah gue mencicipi rasa yang seperti ini sebelumnya. Kesedapan Mie Aceh tersebut meningkat 20% ketika gue tambahkan dengan perasan jeruk nipis, langsung terasa kecutnya, tapi segar.
Yang membuat gue jatuh cinta adalah potongan bawang merahnya yang manis dan agak nyelekit kita dipadukan dengan mie gurih manis yang empuk itu. Ditambah lagi potongan daging yang menjadi pelengkap makan malam gue tergolong empuk dan nggak terlalu alot, rasanya pun gurih manis. Yang niatnya hanya makan setengah porsi buyar seketika.
Pernah juga, keesokan siang dari malam setelah gue menyantap Mie Aceh, gue iseng jalan-jalan di sekitar hotel untuk mencari makanan yang belum pernah gue coba. Hari itu tingkat mager gue dibawah rata-rata, jadi niat untuk berpetualangnya tinggi.
Ada cafe di sebelah hotel tempat gue menginap yang kelihatannya cukup cantik dan manusiawi untuk nongkrong, namanya L.Co. Gue masuk dan memilah makanan yang ada di daftar menunya, dan memutuskan untuk membawa pulang satu porsi Crispy Salad. Gue nggak kepikiran yang aneh-aneh karena dari namanya aja udah "salad", paling yang crispy cuma taburan crouton, atau mungkin semacam cheese sticks, gitu. Selang beberapa menit kemudian, salah satu staff restorannya memanggil gue dan menyerahnya dua bungkusan plastik berisikan styrofoam. "Maaf dibagi jadi dua ya, Kak, nggak cukup soalnya," kata si Kakaknya. Dalam hati gue bersorak, "Hore, nggak usah beli makan malam lagi!". Ternyata, isinya seperti ini..
Mau marah, tapi kok menggiurkan?
Segini banyaknya cuma Rp25.000,00? Nggak salah, tuh?
Setelah menelfon Ibu dan Bapak gue dan mengadu tentang makanan yang gue beli, akhirnya gue menemukan arti dari Crispy Salad. Mungkin yang mereka maksud adalah Taco Salad kali, ya, berhubung bentukannya seperti ini. Di dalamnya memang ada salad, tapi pakai acara ditumpuk potongan ayam balut tepung yang digoreng kering, lumuran saus mayonnaise yang ternyata kalorinya seember, taburan kacang wijen yang kurang kerasa dan cuma nyelip diantara gigi, dibungkus dengan adonan goreng yang bersimbah minyak. Di sini gue antara mau misuh-misuh, tapi di lain sisi ada bersyukurnya karena makanan ini kelihatan banget bakalan enak.
Bener, tuh, enak banget. Memang, ya, yang nggak sehat itu terjamin enaknya. Meskipun adonan gorengnya agak terasa pahit, mungkin karena minyak yang dipakai untuk goreng sudah bekas goreng beberapa kali dan belum diganti, tapi enaknya nggak bohong. Berminyak, berlemak, dan nikmat. Potongan ayamnya gemuk-gemuk dan sangat renyah, apalagi dipadukan dengan saus mayonnaise manis dan potongan salad segar yang ada di bawahnya. Sesungguhnya porsi saladnya sedikit banget, ibarat daging sapi di tukang kebab pinggir jalan yang justru lebih banyak sayur dan sausnya, tapi nggak apa-apa lah.
Kurang dari 15 menit, gue berhasil melahap satu porsi. Masih ada satu porsi lagi, tapi untungnya gue masih waras untuk nggak ngelanjutin ronde kedua. Bingung, dibuang mubazir, dimakan jadi lemak. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar gue, "Room Service! Mau dibersihkan kamarnya, Bu?". Gue buka pintu dan menyerahkan kresek porsi kedua kepada si Abang. "Nggak usah, Bang, terima kasih, ya. Ini ada cemilan buat Abang," kata gue. Lalu si Abangnya senyum-senyum.
Sering kali gue males banget jalan dan turun ke bawah untuk menyari makanan. Baik itu untuk makan siang, atau makan malam, ujung-ujungnya pasti gue bergantung pada menu makanan yang ada di meja kamar gue dan sambungan telefon ke room service. Dengan sigapnya gue memencet angka 2, atau kalau sedang sibuk dan nggak bisa dihubungi memencet kombinasi angka 8005, dan memesan makanan yang mau gue santap.
Makanan andalan gue setiap gue memesan room service adalah Capcay Seafood dan Tahu Gejrot. Kali ini, gue mau menyoba variasi lain. Jatuhlah pilihan pada Ayam Cabe Ijo dan Tempe Mendoan.
Selang satu jam setelah gue menelfon layanan kamar, datanglah sepiring ayam berbalut sambal berwarna hijau. Ayamnya potongan dada, sengaja gue pesan seperti itu, karena gue hanya doyan bagian tersebut. Lengkap dengan beberapa potong tomat dan timun, Ayam Cabai Hijau gue dihias dengan sedikit taburan bawang goreng diatasnya. Ayamnya digoreng kering sampai luarnya agak keras dan alot saat dikunyah, tapi lebih baik begitu daripada setengah matang dan masih ada sisa-sisa darahnya. Sambalnya nggak terlalu pedas, masih lebih pedas sambal di rumah makan Padang sebelah komplek gue. Agak sedikit manis, tapi tetap gurih.
Dan Tempe Mendoannya ternyata hanyalah tempe goreng tepung biasa, bukan Tempe Mendoan yang lebar nan basah yang biasa gue beli di deket komplek. Tempenya, meskipun empuk, tapi kurang bisa dinikmati karena rasanya yang hambar nyerepet pahit. Tepungnya saja yang agak gurih, tapi selebihnya hambar.
Berhubung gue sedang diet, gue menghindari makanan-makanan yang mengandung karbohidrat dan gula, tapi ndilalah waktu itu gue dikasih terbang dengan kapten yang perhatian, dibelikanlah gue sebungkus Mie Aceh oleh beliau. Waktu itu beliau dan keluarganya menyempatkan untuk jalan-jalan ke kota, sementara gue mendekam di kamar bersama laptop. Tiba-tiba ada suara ketukan di pintu, dan pas gue intip dari door viewer ada sesosok yang melengos ke kiri dan menghilang. Gue buka pintunya dan langsung bunyi "kresek-kresek". Ternyata makanan gue disangkutin di pintu kamar. Gue tengok ke kiri dan masih ada sosok tersebut yang ternyata adalah anak laki-laki kapten gue yang sedang berlari kecil menuju kamarnya. Langsung gue teriak, "Kapten, terima kasih!". Lalu ada kepala nyembul dari pintu kedua setelah kamar gue, "Yo, sama-sama!".
Nggak masalah diet gue hancur malam itu karena Mie Acehnya enak banget! Nggak Mie Acehnya bikinan siapa, pokoknya judulnya Mie Aceh dan dibeli di Kota Medan. Mienya gemuk-gemuk dan empuk, berwarna kuning langsat, ditaburi irisan bawang merah, lauk-pauk yang kelihatannya seperti otak-otak dan telur orak-arik, sepotong jeruk nipis untuk diperas diatasnya, dan beberapa potong timun. Serius, mienya seenak itu! Rasanya gurih, belum pernah gue mencicipi rasa yang seperti ini sebelumnya. Kesedapan Mie Aceh tersebut meningkat 20% ketika gue tambahkan dengan perasan jeruk nipis, langsung terasa kecutnya, tapi segar.
Yang membuat gue jatuh cinta adalah potongan bawang merahnya yang manis dan agak nyelekit kita dipadukan dengan mie gurih manis yang empuk itu. Ditambah lagi potongan daging yang menjadi pelengkap makan malam gue tergolong empuk dan nggak terlalu alot, rasanya pun gurih manis. Yang niatnya hanya makan setengah porsi buyar seketika.
Pernah juga, keesokan siang dari malam setelah gue menyantap Mie Aceh, gue iseng jalan-jalan di sekitar hotel untuk mencari makanan yang belum pernah gue coba. Hari itu tingkat mager gue dibawah rata-rata, jadi niat untuk berpetualangnya tinggi.
Ada cafe di sebelah hotel tempat gue menginap yang kelihatannya cukup cantik dan manusiawi untuk nongkrong, namanya L.Co. Gue masuk dan memilah makanan yang ada di daftar menunya, dan memutuskan untuk membawa pulang satu porsi Crispy Salad. Gue nggak kepikiran yang aneh-aneh karena dari namanya aja udah "salad", paling yang crispy cuma taburan crouton, atau mungkin semacam cheese sticks, gitu. Selang beberapa menit kemudian, salah satu staff restorannya memanggil gue dan menyerahnya dua bungkusan plastik berisikan styrofoam. "Maaf dibagi jadi dua ya, Kak, nggak cukup soalnya," kata si Kakaknya. Dalam hati gue bersorak, "Hore, nggak usah beli makan malam lagi!". Ternyata, isinya seperti ini..
Mau marah, tapi kok menggiurkan?
Segini banyaknya cuma Rp25.000,00? Nggak salah, tuh?
Setelah menelfon Ibu dan Bapak gue dan mengadu tentang makanan yang gue beli, akhirnya gue menemukan arti dari Crispy Salad. Mungkin yang mereka maksud adalah Taco Salad kali, ya, berhubung bentukannya seperti ini. Di dalamnya memang ada salad, tapi pakai acara ditumpuk potongan ayam balut tepung yang digoreng kering, lumuran saus mayonnaise yang ternyata kalorinya seember, taburan kacang wijen yang kurang kerasa dan cuma nyelip diantara gigi, dibungkus dengan adonan goreng yang bersimbah minyak. Di sini gue antara mau misuh-misuh, tapi di lain sisi ada bersyukurnya karena makanan ini kelihatan banget bakalan enak.
Bener, tuh, enak banget. Memang, ya, yang nggak sehat itu terjamin enaknya. Meskipun adonan gorengnya agak terasa pahit, mungkin karena minyak yang dipakai untuk goreng sudah bekas goreng beberapa kali dan belum diganti, tapi enaknya nggak bohong. Berminyak, berlemak, dan nikmat. Potongan ayamnya gemuk-gemuk dan sangat renyah, apalagi dipadukan dengan saus mayonnaise manis dan potongan salad segar yang ada di bawahnya. Sesungguhnya porsi saladnya sedikit banget, ibarat daging sapi di tukang kebab pinggir jalan yang justru lebih banyak sayur dan sausnya, tapi nggak apa-apa lah.
Kurang dari 15 menit, gue berhasil melahap satu porsi. Masih ada satu porsi lagi, tapi untungnya gue masih waras untuk nggak ngelanjutin ronde kedua. Bingung, dibuang mubazir, dimakan jadi lemak. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar gue, "Room Service! Mau dibersihkan kamarnya, Bu?". Gue buka pintu dan menyerahkan kresek porsi kedua kepada si Abang. "Nggak usah, Bang, terima kasih, ya. Ini ada cemilan buat Abang," kata gue. Lalu si Abangnya senyum-senyum.
No comments:
Post a Comment