Showing posts with label soto betawi. Show all posts
Showing posts with label soto betawi. Show all posts

Saturday, June 3, 2017

Cerita Hari Ini

Hari ini dimulai ketika hp gue menjeritkan nada dering tanda telfon masuk dari aplikasi LINE. Otomatis, dengan pembawaan gue yang nggak terimaan, gue mengambil hp untuk melihat siapa yang bikin kepala gue pusing pagi-pagi buta begini. "Anggita" begitu tulisannya di layar yang terangnya bikin mata gue serasa mau copot, dan itu belum ada jam 4 pagi. Hampir kesel karena nada deringnya berisik dan mengganggu tidur gue, tapi kemudian gue inget bahwa dua jam sebelumnya gue sengaja ngasih pr ke Anggita untuk bangunin gue jam 4 karena gue ada tes penerimaan pilot Garuda Indonesia hari ini. Oke, nggak jadi marah.

Susah banget kayaknya buat melek jam segitu, padahal biasanya main DOTA sampai matahari terbit pun sanggup. Kemudian gue paksa badan gue untuk beranjak dari tempat tidur dan keluar kamar untuk memulai pekerjaan rumah lebih pagi daripada biasanya. Nggak sampai lima belas menit dan semuanya sudah beres. Baru saja gue mau rebus air utuk nyeduh teh, ada lagi telfon masuk. Kali ini tulisannya "Ambar", yang kemudian gue sambut dengan, "Halo, Mbar, gue udah bangun." dan dibalas dengan suara parau yang, setangkepnya gue, membuat suara, "Hm-mh!"

Nggak lupa, setelah menjawab telfon dari Ambar, gue mengirim pesan ke salah satu sahabat gue sedari SMP yang pun gue titipin pr untuk bangunin gue jam 4 pagi. "Vel, gue udah bangun, ya," tulis gue di LINE, yang dia balas dengan, "wkwkwkwk". Sampai sekarang, gue nggak tau bunyi dari "wkwkwk" itu seperti apa. Di pikiran gue pasti, "wek wek wek" macem bebek ketawa.

Sarapan gue pagi ini adalah segelas teh hijau panas dan satu bungkus Antangin cair. Tadinya mau nyiapin bekal sembari ngerebus air panas untuk mandi, tapi kemudian ada telfon masuk yang nggak disangka-sangka. "Kamu udah bangun belum," bentak suaranya dari seberang telfon. "Udah bangun, kok, ini aku lagi mau mandi," balas gue dengan nada melas. "Hm, ya udah," katanya lagi sebelum sambungannya terputus. Kaget pagi-pagi udah harus berhadapan dengan nada tinggi, tapi ada senengnya juga dapet kejutan wake-up call dari pacar. Terus, abis itu, lupa mau nyiapin bekal. Padahal Ibu gue udah nyiapin muffin bikinannya, sengaja buat gue makan pagi ini. Seharusnya.. 

Nggak butuh waktu lama untuk gue mandi dan memakai seragam untuk tes hari ini, cukup 20 menit saja. Nggak lama dari selesai gue mandi, pacar gue pun datang menjemput. "Aku udah di depan rumah," katanya di telfon. Belum pernah kayaknya gue buka pager sesemangat, dan setersipu malu, pagi ini. Ya, habisnya, siapa yang nggak bakal excited untuk ketemu pacar lo setelah ditinggal keluar kota selama 40 hari lamanya? Dan karena terbatasnya komunikasi oleh kesibukan masing-masing pula yang membuat tingkat semangat gue makin meletup-letup. Buka pager rumah aja udah kayak lagi ngikutin PO berdarahnya penulis favorit gue, Ika Natassa. 

Berangkat lah kami ke daerah Duri Kosambi, tempat di mana tes penerimaan pilot Garuda Indonesia hari ini dilaksanakan. Singkat cerita, tes hari ini bener-bener bikin otak gue membengkak dua kali lipat ukuran normalnya. Gue pun merasa berat badan gue berkurang drastis saking getolnya nyari arah dan besar kecepatan angin berhembus semisal suatu pesawat dengan heading 120º, TAS 80 Knots, menempuh jarak dari titik A ke titik B yang jauhnya 315Nm dalam waktu 3,5 jam. Kurang greget apa gue? Oh iya, Anggita dan Ambar pun ikut tes hari ini, tapi jadwal tes mereka lebih dulu daripada gue. 

Dheo, yang jadwal tesnya barengan dengan Anggita dan Ambar, tengah sibuk dengan Mobile Legendnya saat gue kembali ke mobil setelah menyelesaikan Aeronautical Test hari ini. "Beb, puyeng," jerit gue. Untuk beberapa saat kemudian, sembari menyetir kembali ke Bekasi, kami membahas soal demi soal yang kami, anggap, jawab dengan benar. Dari Hukum Newton, ke perhitungan Magnetic North dan True North, sampai pembacaan tingkat kepadatan awan dalam oktas pun kami bahas. Dari 100 soal, gue pede dengan 70 soal yang menurut gue gue jawab dengan benar, dan dia pede dengan jumlah yang sama dikurang sepuluh. Tinggal nunggu hasil, deh, bakal lolos ke tahap selanjutnya atau nggak. Wallahu A'lam. 

Sebelum masuk ke komplek perumahan gue, kami mampir ke salah satu cabang PHD di daerah Caman dan memesan Double Box Pizza. Dheo memilih Cheesy Galore Pizza dengan pinggiran Cheesy Bites, sementara gue berpegang teguh dengan pizza andalan gue, Meaty Pizza. Nothing can go wrong with pizza that has meat and cheese on it. Padahal gue pingin yang Hawaiian Pizza, tapi Dheo nggak doyan nanas. 

Baunya harum banget, bener-bener bikin ngiler, gue sampai lupa untuk foto. Tapi, gue juga lagi dalam posisi kelaparan banget karena belum makan apa-apa dari subuh dan malah ngebabat magh gue dengan Coca Cola. Pinter, ya? 

Kami menghabiskan seluruh siang sampai malam kami nggak jauh-jauh dari DOTA, pizza, dan film. Sayangnya, karena laptopnya cuma satu, alhasil gue menyibukkan diri menghias tembok kamar gue dengan lukisan-lukisan random yang terlintas di pikiran gue, sementara pacar gue sibuk gonta-ganti skill untuk ngebunuh hero lawan. Di match pertama, dia pakai Invoker. Kebayang dong rumitnya kayak gimana itu jari buat nge-skill dari Sun Strike, ke Tornado, ke Ghost Walk, dan kemudian diakhiri dengan Chaos Meteor. Sayangnya kalah, tapi nggak apa-apa. Untuk hitungan dia yang baru lepas hiatus, untuk bisa mainin Invoker waras aja udah menakjubkan buat gue. 

Dua pizza ukuran reguler, dengan delapan potongan masing-masing pizzanya, berhasil kami habiskan berdua. Kebayang nggak, sih, betapa rakusnya kami? Belum lagi, karena perut gue masih ngerasa nggak enak, gue babat pula Soto Betawi bikinan Ibu gue yang masih ada sepanci di kulkas. Enak banget, gurih dan kaya akan rasa! Apalagi ditemenin emping dan sambil streaming film the Fate of the Furious. Wuih, sedaaap! 


Monday, May 29, 2017

Jalan-jalan ke Kota

Pas kemarin di Bali, ada satu hari di mana gue dan Ibu gue jalan-jalan ke kota untuk belanja dan nonton film di bioskop. Karena rumah kami memang letaknya di desa, kanan kiri sawah semua dan kalau malam-malam gelapnya kayak lagi program Live In di pedalaman kampung, kami memang benar-benar harus ke kota kalau mau mencari hiburan. Perkebunan padi seketika berubah menjadi jalan raya yang diramaikan kendaraan berplat nomor DK. Gue pun menjadi semangat saat sampai tujuan karena udah lama nggak ngeliat papan reklame bulat berwarna hijau tua dengan tulisan Starbucks. "Bener-bener kayak orang desa main ke kota, ya," ucap Ibu gue.

Perjalanan dari Desa Pejeng ke Denpasar kurang lebih dua jam. Destinasi pertama kami adalah Mal Bali Galeria yang terletak di sisi Jalan By Pass. Dengan desain gedung yang sepertinya mengikuti gedung tradisional di Bali, Mal itu tampak beda dengan mall-mall lainnya yang pernah gue kunjungi. Hanya dua lantai, bangunannya luas dan tidak dihias dengan Air Conditioner di setiap sudutnya, dan dilengkapi dengan area berjalan yang hijau di tengah-tengahnya. Ibarat donat tapi dalam bentuk kotak dan adalah sebuah bangunan. 

Siang itu, kami mampir ke bioskop yang ada di Mal Bali Galeria dan menikmatti indahnya nonton film keluaran terbaru dalam keadaan sepi. Belum pernah, seumur hidup gue, gue nonton film dengan keadaan sesepi dan sekosong itu. Cuma ada lima orang doang dalam satu studio!  

Kami nonton Alien: Covenant. Gue penggemar berat seri film Alien karena itu adalah makanan sehari-hari gue saat gue masih berumur 4 tahun. Iya, sekecil itu gue udah nonton film garapan Ridley Scott dari yang pertama sampai yang keempat. Gue bahkan inget banget di suatu siang, saat gue masih TK dan sedang disuapin sama Ibu gue, gue lebih memilih nonton Alien ketimbang film Robin Hood karya Disney. 

Tapi film itu pun yang menyebabkan gue takut setengah mati berenang di kolam, dan di laut. Pokoknya aktivitas apapun yang mengharuskan gue untuk berinteraksi dengan air, gue ogah, dan ketakutan ini berlangsung sampai gue kelas 3 SD. Akhirnya, setelah gue dipaksa ikut kursus dan berhasil berenang dari tepi kolam ke tepi seberangnya, dalam keadaan hujan badai yang membuat air kolamnya butek nggak karuan, atas dorongan Bapak gue, gue pun berhasil menghilangkan rasa takut dikejar-kejar Xenomorph di dalam air.


Selesai nonton film, gue kepingin makan yang berkuah karena, ternyata gue baru sadar bahwa makanan berkuah adalah comfort food buat gue, gue mendapat kabar yang nggak enakin. Jadi, ketimbang seharian mecucu dan menyebarkan hawa negatif ke seluruh penjuru Denpasar, gue memutuskan untuk makan Soto Betawi di Kafe Betawi.




Ditemani kerupuk oren yang rasanya terlalu bagus kalau dibandingin dengan kerupuk oren ala tukang ketoprak gerobakan, gue melahap Soto Betawi gue yang dihias dengan remahan emping dan bawang goreng. Rasanya nggak kayak Soto Betawi sama sekali, lebih kayak sayur lodeh. Terlalu banyak santan, terlalu manis, dan nggak ada gurih-gurihnya blas. Agak mengecewakan, tapi cukup untuk menghibur hati yang lagi gundah. Ditambahin sambel pun nggak ngaruh apa-apa karena rasanya tetap kayak sayur lodeh dan bukan rasa soto.



Sebelum meninggalkan Mal Bali Galieria, untuk ketemuan dengan Tante gue di daerah Seminyak, gue sempet mampir ke gerai Starbucks yang membuka cabangnya di mal tersebut dan membeli tumbler yang gue kepingin dari kapan tau. Sayangnya, desain tumbler yang gue mau udah nggak ada, karena udah lewat musimnya, jadinya gue pilih yang paling murah aja. Tadinya gue mau bayar pakai Starbucks Card, karena bisa dikasih diskon 10% untuk tumbler-nya dan dapat minuman gratis seukuran Tall, sayangnya mesin pengoperasian kartunya sedang error. Batal dapat diskon, deh. But I got me this tall-sized Iced Shaken Lemonade, with Passion Fruit Tea and less ice, so yay!


Yang tadinya mau ketemuan di Nalu Bowls harus diganti karena, saat itu, Nalu Bowls akan tutup dalam waktu satu jam. Akhirnya kami pindah haluan dan memutuskan untuk ketemuan di Earth Cafe yang terletak di sisi Jalan Kayu Aya. 


Nggak susah kok untuk menemukan Earth Cafe ini karena terbantu dengan papan reklame warna hijau yang kemungkinannya kecil untuk kelewatan. Awalnya sempat bingung mau parkir di mana karena cafe ini mungil banget, tapi ternyata ada parkiran khusus di dalamnya yang bisa memuat mobil dalam hitungan jari dan beberapa motor.



Karena saat itu gue lagi sok-sokan mau menerapkan hidup hits dengan diet sehat, jadilah gue pesan chia pudding parfait ini yang nama aslinya gue lupa. Parfait ini terbuat dari chia seeds yang dicampur dengan almond milk hingga mengembang, yang kemudian dihias dengan potongan stroberi, potongan mangga, taburan kuaci dan goji berry, tumpahan pemanis alami yang terbuat dari kurma, sedikit yogurt, dan parutan kelapa kering. Wow, Kinan jadi vegan! Hidup vegan!


Gue nggak nyangka makanan sekecil ini ternyata semengenyangkan itu. Asli, gue kenyang banget makan beginian doang! Beberapa suap terakhir itu rasanya menyiksa, entah kenapa. Sebenarnya enak kok, meskipun kalau chia puddingnya dimakan sendiri aja akan terasa sangat hambar maka dari itu dikasih segala hiasan biar ada rasa sedikit, tapi lama-lama lidah gue bosen juga dengan makanan vegan dan organik ini. Gue sangat merekomendasikan parfait ini untuk kalian yang asli vegan dan yang sedang diet sehat.


Sementara itu, Ibu gue tengah sibuk dengan jamur goreng kriuk dan jus C4-nya yang terdiri dari wortel, timun, dan apel. Kenapa ya, rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau? Kayaknya enak banget Ibu gue ngunyah potongan-potongan jamur yang dibalut tepung garing nan gurih. Makannya pakai kecap asin pula, tambah enak kan jadinya!




Sudah, deh, setelah kenyang menyantap biji ngembang yang rasanya hambar itu, gue dan Ibu gue memutuskan untuk kembali ke Desa Pejeng. Sudah cukup jalan-jalannya di kota, besok-besok lagi kalau udah suntuk dengan sawah dan segala hutan belantaranya. Dan gue pun harus menyetir dalam posisi kekenyangan yang membuat gue agak mengantuk. Sip.


Kafe Betawi
Mal Bali Galeria
Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai

Opening Hours:
Monday - Sunday: 10AM - 10PM


Starbucks
Mal Bali Galeria
Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai

Opening Hours:
Monday - Sunday: 10AM - 10PM


Earth Cafe
Jl. Kayu Aya, Seminyak

Opening Hours:
Monday - Sunday: 7AM - 11PM