Showing posts with label Indonesian Cuisine. Show all posts
Showing posts with label Indonesian Cuisine. Show all posts

Saturday, September 8, 2018

Nasi Krawu Asal Gresik

Pernah waktu itu gue terbang dengan seorang kapten senior, beliau membawakan gue makan siang yang adalah makanan khas daerah tempat tinggalnya. “Ayo, makan ya, lo harus makan yang banyak,” ucap beliau sambil mengorek-ngorek plastik kresek merah muda yang baru saja ia keluarkan dari tas terbangnya. “Nih,” sodor dia kasar. Sebungkus nasi layaknya nasi rames khas warung-warung yang dibentuk menyerupai piramida dengan kertas minyak berwarna coklatnya.

“Ini namanya Nasi Krawu asli dari Gresik, gue bawa soalnya habis pulang kampung. Ada yang nasinya satu, ada yang nasinya setengah. Nah, lo yang nasinya satu aja, ya. Biar kenyang,” ucap beliau. Gue mendapat giliran makan duluan. Nanti setelah gue selesai, gantian gilirannya beliau makan. Haram hukumnya untuk makan berbarengan saat terbang, tuh, karena harus ada salah satu dari kedua penerbang yang pandangannya selalu terjaga, dalam artian ia harus terus memonitor situasi dan kondisi penerbangan tersebut ketika yang satunya lagi sedang mengerjakan hal lain. Jadilah gue membuka bungkusan nasi itu dengan semangat 45.


Gue disambut dengan sosok cantik butiran nasi yang pulen berhiaskan suwiran dendeng berwarna coklat di sampingnya dan tumpukan serundeng kelapa dengan dua warna yang berbeda, yaitu kuning dan jingga. Presentasi nasi bungkusnya sangat sederhana, namun memikat. Lalu, di balik semua lauk pauk itu, ada satu lapis daun pisang yang ternyata adalah wadah sambal terasi yang harumnya menusuk hidung. Amis dan pedas, tapi berhasil membuat gue ngiler seketika. “Kapten, saya makan duluan, ya” ucap gue meminta izin. Beliau mengangguk singkat. 

Nasi bungkus kayak begini nggak bakal nendang kalau kalian makannya pakai sendok garpu. Sudah pasti harus tangan, dong. Untungnya di pesawat kami tersedia beberapa sarung tangan plastik yang bisa digunakan untuk menyantap makanan, jadilah gue minta beberapa lembar untuk gue dan kapten gue kepada senior pramugari yang bertugas hari itu. Tanpa pikir panjang mengenai program diet gue yang pastinya gagal karena gue ketemu nasi, gue mengambil sejumput dari masing-masing bahan pangan yang ada di dalam kertas bungkus itu dan menjadikannya satu gumpalan di tangan gue. Berdoa dulu sebentar. Kemudian suap..

“Astaga, enak banget.”

Mungkin karena gue udah terlalu lama nggak makan nasi, jadi pas ketemu nasi rasanya nikmat bahagia banget. Nasinya nggak kering, tapi juga nggak terlalu lembek. Tekstur yang empuk berpadu dengan sedikit rasa manis, menjadikan nasi itu nasi terenak yang gue santap selama seminggu terakhir. Suwiran dendengnya agak terlalu manis, bahkan untuk gue yang doyan banget makanan manis. Untungnya ada si serundeng gurih yang bisa menetralkan rasa manisnya, jadi gue cukuo terbantu. Sambalnya, meskipun pedasnys tajam dan rasa bawangnya cenderung ngotot, didominasi oleh rasa manis juga, jadi hanya sedikit saja yang gue tambahkan ke dalam suapan-suapan gue. 

Seandainya gue bisa menikmati Nasi Krawu tersebut agak lebih lama, gue akan senang sekali. Tapi, kapten gue juga perlu makan, jadinya gue habiskan jatah nasi bungkus gue dalam kurun waktu 10 menitan. 

Setelah kenyang, datanglah masalah baru.. ngantuk. 

Sunday, September 17, 2017

Kedai Khas Palembang: Selera Kito

Located strategically at Kota Wisata, occupying one of the spots at Tenda Resto Fresh Market, Selera Kito has been the number one place me and my boyfriend visit every time we are in the mood for some good Roti Canai. This food tent, owned by a local named Yusuf, serves a variety of Indian-infused Palembang cuisine. Martabak Kari, Roti Canai, Nasi Kebuli, Teh Tarik, you name it! You can have them all here with a reasonable price, good portion, and guaranteed deliciousness. And, no, I'm not exaggerating. 




Our custom, my boyfriend and I, is to order the Roti Canai with different condiments. I usually go with the Roti Canai Susu, which is a plate of Roti Canai with a side of condensed milk, while my boyfriend goes with the Roti Canai + Kari Kentang that comes with a generous bowl of potato curry. We usually dip our share of Roti Canai in each other condiments. So, whenever I feel like I had an okay amount of sweetness from the condensed milk, I would go for the curry, and vice versa, and so on. 


The thing about the Roti Canai at Selera Kito is that it is freshly folded and fried on the spot. The cook would grab a handful of dough, stretch it and spin it around like pizza dough, and fried it until it has this crispy golden brown surface. I am amazed by how thin, yet fulfilling the Roti Canai is. It has a great gummy texture with a hint of glutinous sweetness in every bite, significantly stretchy but not rubbery, has a good level of crispiness, and not oily. It goes best with the condensed milk, in my opinion as I am sweet-toothed as you all may know, but it goes along great as well with the curry. 



I'm never a big fan of thick soup, or curry sauce, or anything that lacks the consistency of liquid, nor solid, but this is an exception. Turns out, I love the potato curry more than I expected. What I love about the curry is that it is not sickening although it may look unappetizing. It tasted savory, very rich, warm as it was served, and it had this bits of mashed potato in it that I could chew in between chewing the Roti Canai. I once found a chunk of lamb meat inside of the curry. But, since I don't like lamb very much, I didn't eat it. The curry is not the least bit spicy if you're curious. 

The other dish that has become my second favorite dish at Selera Kito is the Nasi Kebuli. I love the radiant and flavorful Nasi Kebuli, which comes with a bowl of chicken curry and a side of pickled carrots. Man, I love it so much, especially after a long day out with bae just when we are at the peak of our hunger and exhaustion. 

The dish may look small, but it's fulfilling if you were to eat it by yourself. You can choose which part of the chicken you want for your curry. I usually go with the breast because the breast contains the most meat, and I usually share my meal with my boyfriend. 

I love how the rice is warm when it is served and release this appetizing fragrant. The texture reminds me a lot of how the rice in Doha, Qatar, are like: slightly longish and firm. Each spoonful of the rice itself is already delicious, let alone it being eating with some pickled carrots, chicken meat, and a spoonful of curry. Perfect!




As for the drink, I always ordered myself a glass of warm Teh Tarik. Basically, Teh Tarik is just like milk tea, with extra sweetness on the side. Too bad I didn't have a picture of the warm drink, but I do recommend you guys to get this lovely beverage when you have the chance. 


Selera Kito
Fresh Market, Kota Wisata
Cibubur

Opening Hours:
Everyday, except Monday and Thursday: 04.30 PM - 11.00 PM

Contact:
+62 21 9856 6827
+62 857 1177 0670

Sunday, April 30, 2017

Nasi Rawon Hangat

Pernah suatu malam, saat lagi hujan dan gue lagi dapat shift jaga education booth-nya Global Prestasi School di Summarecon Mall Bekasi, gue menyantap makan malam di salah satu restoran Indonesia bernama Sagoo Kitchen. Waktu itu, hati gue lagi nggak enak, hujan deras banget, hawanya dingin, dan rasanya enak kalau makan yang hangat dan berkuah, jadi lah gue memilih tempat makan yang menyajikan Soto Ayam sebagai salah satu menunya.

Awalnya memang pingin pesan Soto Ayam, tapi setelah gue telusuri menu Sagoo Kitchen dari depan sampai belakang, "Kayaknya lebih enak Nasi Rawon, deh," pikir gue. Dalam satu set Nasi Rawon seharga Rp45.000,00 tersebut sudah dapat setengahan telur asin rebus, kerupuk udang, kecambah, dan sambal terasi, menurut gue itu tawaran yang cukup membahagiakan. "Mas," panggil gue ke salah satu pelayan di restoran dengan tema jadul itu, "Nasi Rawonnya satu, ya."

Iya, ada unsur kesengajaan kenapa gue memilih meja dengan nomor 12. Kamu pasti tau, kan?


Sekitar 15 menit setelah gue memesan, makan malam gue datang dan disajikan di meja oleh pelayan yang berbeda. Pikiran pertama gue adalah, "Pasti ini cuma makanan yang diangetin doang," karena nggak mungkin membuat Rawon hanya butuh 15 menit saja. Persetan, lah, mungkin kalau gue punya restoran juga kebanyakan makanan gue yang berbentuk sup, atau berkuah, pastilah hanya modal dihangatkan doang.

Selesai gue berdoa, gue langsung menyelupkan sendok gue kedalam kuah berwarna hitam itu dan mencicipinya. Buset, bukan main, enak banget! Bumbunya gurih dan rasanya nendang, asinnya cukup untuk lidah gue, dan hangatnya kuah Rawon itu membuat santapan itu jadi makin lezat. Benar-benar layak untuk gue berikan acungan jempol!

Nasinya nggak lembek dan nggak pera, teksturnya pas untuk gue. Telur asinnya pun asin, maksudnya bukan cuma sembarang telur rebus biasa yang menyandang nama telur asin. Kecambahnya nggak memiliki peranan yang begitu besar, menurut gue, tapi seandainya porsinya lebih banyak, gue akan lebih senang. Gue nggak begitu suka dengan sambal terasinya karena kurang manis buat gue. Rasanya lebih ke gurih dan asin, jadinya gue nggak menambahkan begitu banyak ke dalam Rawon gue.


Asli, Rawonnya enak banget. Untuk harga segitu, gue nggak protes, karena memang enak banget. Potongan dagingnya pun nggak begitu banyak lemaknya, meskipun saat gue pesan di awal gue lupa untuk memberitahu Mas pelayannya untuk dipilihin dagingnya saja. Gue nggak doyan gajih, soalnya. Tapi, untungnya, lebih banyak dagingnya ketimbang lemak, which is nice. 


Seketika gue rasanya lapar banget dan kepingin cepat-cepat menghabiskan Nasi Rawon itu. Tapi, dilain sisi, agak sayang untuk dihabisin karena enak banget. Gue memang kebiasaan mengeman-eman makanan, tapi kali ini gue bimbang banget antara mau dieman atau dihabisin tanpa sisa.

Saking enaknya Rawon ini, gue sampai menuliskan 'surat cinta' pendek untuk kokinya. Gue puji dari lubuk hati yang paling dalam dan gue berterima kasih kepada kokinya karena sudah memasak masakan seenak ini. Saking enaknya sampai-sampai gue lupa dengan problematika nggak penting yang bikin hati gue nggak enak selama semingguan penuh.


Sagoo Kitchen
Summarecon Mall Bekasi Lt. Ground
Jl. Ahmad Yani, Bekasi Utara

Opening Hours:
Monday - Sunday: 10AM -10PM

Contact:
(+62)21 2957 2598

Wednesday, November 18, 2015

Soto Kudus Blok M

A bowl of Soto Kudus Blok M

"Tie, aku pingin makan soto enak," ucap gue tengah sedang memasukkan tangan ke dalam kantung persembahan. Entah ada angin apa, dan dari mana, mendadak gue pengen banget makan soto. Padahal, beberapa menit sebelumnya, gue sedang berkhayal menyantap makanan-makanan cantik ala tempat makan di daerah Senopati yang lagi booming. Mendadak lidah gue ngotot pingin makan sup bening yang rasanya gurih nan mantap tersebut. "Ya udah, nanti abis kebaktian, kita ke Soto Kudus Blok M," balas nyokap. Lantas, beberapa menit menjelang berakhirnya kebaktian di Gereja Kristen Indonesia, Kebayoran Baru, pikiran gue hanya, dan hanya, terfokuskan dengan bayangan kuah soto dan suwiran ayam.

Selesai kebaktian, gue dan nyokap langsung gerak cepat ke mobil - meskipun sebelumnya mampir dulu ke beberapa tukang jajanan yang udah memarkirkan gerobak dagangannya di depan pintu gereja dan membeli beberapa jajanan untuk kami cemilin dalam perjalanan menuju rumah makan Soto Kudus Blok M. Gue membeli seporsi kue bandros, sementara nyokap membeli sepuluh buah kue cucur. Iya, kami rakus. 

Ini pertama kalinya gue mengunjungi Soto Kudus Blok M setelah bertahun-tahun ngelewatin doang setiap Minggunya dalam perjalanan gue ke gereja. "Emangnya jam segini udah buka, Tie," tanya gue ke nyokap. "Soto Kudusnya udah buka dari pagi kok," balasnya, "dari jam delapan udah buka, kalau nggak salah." Memang kalau jodoh nggak kemana. 

Great lighting at Soto Kudus Blok M and it was 10 in the morning

I wonder which drinks I should have.

The list of dishes at Soto Kudus Blok M

Some kerupuk to accompany your bowl of soto with

Sesampainya di Soto Kudus Blok M, gue dan nyokap langsung menempati meja yang kosong. Untungnya, karena saat itu masih dua jam menuju jam makan siang, masih banyak meja yang kosong jadinya gue dan nyokap nggak harus rebutan kursi dengan pengunjung lainnya. Kami langsung memesan dua porsi Soto Kudus, beserta dua piring nasi, ditambah dengan segelas air putih dan segelas teh tawar. 

Sayangnya, meskipun restoran yang berlokasi di Jalan Wijaya ini udah buka dari jam delapan pagi, ada beberapa pilihan lauk pauk yang masih belum tersedia. Gue sampai dua kali mengganti pesanan gue karena keterbatasan lauk yang bisa gue pilih pagi-pagi. Jadi, ceritanya seperti ini..

"Mas, minta paru goreng ya," pesan gue kepada si Mas, yang kemudian dibalas dengan, "Maaf, Mbak, paru gorengnya masih belum dibikin." Berusaha untuk meredam emosi dan menahan nafsu untuk menggebrak meja, lantas gue memutuskan untuk memesan lauk lain, "Ya udah, kalau gitu, sate jantung aja deh, Mas." dan dibalas dengan, "Sate jantungnya juga belum ada, Mbak." Emosi jiwa dan raga, tapi sepertinya mood gue lagi agak manusiawi pagi itu, jadinya gue berserah pada Masnya dengan memesan seporsi baceman. "Oh, kalau tahu dan tempe bacem, nanti langsung disediain kok, Mbak." Dari yang tadinya nafsu untuk menggebrak meja, jadi nafsu untuk naik ke atas meja sambil lempar-lemparin kursi. 

Telur Asin, anyone?

Some otak-otak too, perhaps?

Selang sepuluh menit kemudian, Soto Kudus pesanan gue dan nyokap disajikan di meja. Selain itu, dua porsi nasi dan sepiring lauk pauk yang beraneka ragam juga menghiasi meja kami dengan cantiknya. Potongan jeruk nipis pun juga ada; karena orang waras mana yang nggak makan Soto dengan jeruk nipis?

Disajikan di atas piring, pilihan lauk yang beragam ini mengingatkan gue akan situasi saat gue makan di restoran Padang. Rame banget, masing-masing lauk ada satu macam; ada telur pindang, sate telur puyuh, tahu bacem dan tempe bacem, perkedel, bakwan jagung, dan telur dadar otak. Iya, otak. Otaknya digoreng bareng dengan telur.

Masih agak emosi karena paru goreng dan sate jantung pilihan gue nggak ada, akhirnya gue memutuskan untuk menyantap Soto gue dengan tambahan telur asin, tahu bacem, tempe bacem, dan kerupuk kulit. Rakus, ya? Biarin.

My Soto came with a plenty side dishes

Choose your side dish wisely!

My favorite!

Soto Kudus memiliki cara penyajian yang cukup unik, yaitu di dalam mangkuk yang tergolong kecil. Isinya pun beragam, sama seperti bagaimana soto pada umumnya; ada suwiran ayam, tauge, potongan daun bawang, taburan berambang goreng, dan irisan tomat.

Harusnya sih ya, kalau di tempat asalnya langsung, Soto Kudus itu memakai suwiran daging kerbau, bukan daging ayam ataupun daging sapi. Konon katanya, warga Muslim asal Kudus menghormati penduduk beragama Hindu yang juga berdomisili di Kudus, jadinya mereka lebih memilih untuk menggunakan daging kerbau dan bukan daging sapi. Nah, mungkin karena keterbatasan sumber daya daging kerbau di kota metropolis ini, Soto Kudus Blok M lebih memilih untuk memakai daging ayam. Lebih ke cari aman sebenarnya; karena kota metropolis mana yang akan kekurangan pasokan daging ayam?

My bowl of Soto Kudus Blok M

Soto Kudus ala Soto Kudus Blok M ini kuahnya gurih banget, agak kecut dan manis, dan bakalan lebih mantap lagi kalau ditambah dengan sari-sari jeruk nipis - sayangnya, waktu itu, gue udah terlalu nafsu untuk menyantap Soto Kudus gue sampai-sampai lupa nambahin perasan jeruk nipis. Soto ini pun memiliki tingkat umami yang cukup tinggi. Yah, setidaknya sesuai dengan selera gue. Enak banget pokoknya, nggak bohong!

Awalnya gue agak panik karena porsi nasinya lumayan banyak. Berhubung sebelum menyantap soto gue udah nyemilin kue bandros lima potong, gue khawatir nasinya bakalan nggak habis. Eh, ternyata habis juga, tuh. Bahkan Sotonya pun habis sampai tetes kuah terakhir. Memang pada dasarnya Soto Kudus Blok M itu enak banget. Gue yang setengah kenyang pun berhasil menyantap ludes porsi makanan gue. Atau, mungkin memang guenya yang rakus.

Yum!

Buat para pecinta soto, kalian wajib cobain Soto Kudus ala Soto Kudus Blok M ini. Gue sih memang bukan food expert yang udah pernah mencicipi berbagai jenis soto, sampai bisa memilah-milah soto mana yang enak dan soto mana yang palsu, tapi santapan asal Kudus yang satu ini memang benar-benar enak. Nyokap gue pun bilang begitu! Kalau nggak percaya sama gue, percaya lah sama nyokap gue. 

Gue saranin datang ke restoran ini mendekati jam makan siang, atau jam makan malam, dengan harapan lauk yang mau kalian pesan udah tersedia di dapur dan tinggal dimasak. Jadi nggak harus emosi jiwa raga dulu kayak gue. 


Soto Kudus Blok M
Jalan Wijaya I, No. 44
Kebayoran Baru, Jakarta

Opening Hours: 
Monday - Sunday: 07.30 AM - 10 PM

Contact:
(+62) 21 7280 0656

Saturday, May 30, 2015

Kue Ape

This particular street food is famous for its' physical appearance that resembles a woman's breast. Its' basic ingredients consists of flour and milk, with an addition of sugar to make it taste sweet. Natural food coloring, such as pandan leaf, is also used to give a hint of green in this munchie.

I live my life without the absence of the street food, as I usually spend Rp10.000,00 to get me five of this babies every Sunday after church when I feel like it. Surely, Indonesian citizen are already familiar with this particular snack. But, for those who aren't, allow me introduce you to the famous Kue Ape.

Kue Ape vendor near my church

A set of Kue Ape molder

As I have said before, Kue Ape is famous for its' physical appearance that resembles a woman's breasts. Half of the population in Jakarta are more familiar with the term Kue Tetek, instead of Kue Ape, as tetek is a slang in Indonesian for breasts.

How does it resembles a woman's breast, you asked. Well, the food itself is basically a super super thin pancake molded in a tiny pan - it is round in shape, with super thin crust on the sides and chewy cooked batter in the middle. Now, the chewy part in the middle of the Kue Ape peaked as the batter cooks, making it looks like a tense nipple, hence the origin of the name for this famous Jakartans street food. 

Look at that thin crust!

Kue Ape doesn't vary much in color, as they only come in two kinds, white and green. I have always think that the vendor used a generous amount of pandan leaf to make the green Kue Ape batter. But, there is also a chance that he is using an artificial food coloring to color the batter to save time and energy. Who knows? As for the white Kue Ape batter,  I assume the vendor didn't add any coloring into the mixture. 

My favorite part of Kue Ape is, obviously, the thin crust! I'm not a big fan of the "nipple" simply because is not as fun and crispy as the crust. In terms of flavor and taste, both crust and middle part are as sweet and as floury. Sometimes, the sugary goodness gradually develops into a bitter after taste, as if the vendor is using a low quality sugar. But, all in all, it is still fun to munch on this babies! 

Pandan flavored Kue Ape

Does it looks like yours?

Monday, March 9, 2015

Nasi Kucing Gerobak Meong

Jadi, ceritanya, hari Minggu kemarin gue mampir ke toko buah bernama All Fresh yang berlokasi di Tebet. Yang awalnya cuma mau beli pancake duren doang, malah beli makanan-makanan lain gara-gara laper mata. Tiba-tiba keranjang gue udah penuh dengan duren yang sudah dikeluarin dari kulitnya, dua porsi salad buah ganyeman Ibu Negara, dan dua porsi Nasi Kucing Gerobak Meong.


Agak heran sih nemu nasi kucing di toko buah yang berisikan dengan produk-produk lokal dan impor seperi All Fresh. Meskipun nasi kucingnya lebih bersih dibandingin nasi kucing yang biasa kita temukan di pinggir jalan, dan dibungkus dengan kemasan yang menarik dan praktis, tetap saja aneh rasanya nemu makanan kaki lima di tempat seperti ini.

Satu bungkus Nasi Kucing Gerobak Meong bisa kita dapat dengan harga Rp6.500,00, yang menurut gue pemerasan masal karena gue bisa dapet sepiring nasi dan lauk dengan porsi yang jauh lebih banyak di kantin kampus gue dengan harga yang sama. Kalian lihat kan betapa mungilnya nasi kucing ini di foto diatas? Nah, masuk akal nggak tuh porsi yang sebegitu kecilnya dijual dengan harga yang sebegitu dompet-unfriendly-nya? Seandainya gue udah menghasilkan uang sendiri, gue sih mendingan beli Indomie di warung belakang rumah dan minta diseduh ditempat, lengkap dengan keju, kornet, dan telur setengah matang. 


Saat gue buka bungkusan Nasi Kucing Gerobak Meong, yang merupakan kertas warna hijau dengan motif daun pisang, gue disambut dengan secuil nasi yang ditumpuk dengan ikan peda disambelin, sesendok sambal hijau, dan daun jeruk yang basah bermandikan minyak dari sambal tersebut. Sempet speechless gara-gara porsinya yang sedikit banget. Kucing juga nggak kenyang kali makan Nasi Kucing Gerobak Meong! 

Tapi, despite the fact that the portion of this nasi kucing is inhumanly sedikit, rasanya enak, lho! Nasinya empuk dan kenyal, agak manis di lidah, tipikal nasi pulen yang bisa lo temuin di Hokahoka Bento. Ikan pedanya gurih, dan dimasak bareng sambal merah yang pedas banget tapi bikin nagih. Sambal hijaunya lebih pedas dan rasanya nyegrak di tenggorokan dan hidung, agak pahit, tapi tetap bikin nagih. Gue cuma butuh tiga suap untuk melahap habis nasi kucing ini. Enak sih, nagih malah, tapi sayang porsinya kurang banyak. 

Silahkan mampir ke All Fresh Tebet buat kalian yang penasaran ingin nyicipin Nasi Kucing Gerobak Meong. Harganya sih nggak masuk akal, tapi ternyata rasanya enak! 

Tuesday, February 24, 2015

Nasi Goreng Alpha Bravo

Sore ini akhirnya gue kesampean menyantap nasi goreng setelah ngidam parah dari entah kapan. Padahal tadinya nggak mau beli, dengan alasan mau mengatur pola makan demi cita-cita memiliki badan yang 11/12 sama Mila Kunis, tetapi apa daya ketika cacing-cacing di perut memberontak.


Nasi goreng yang gue beli adalah nasi goreng gerobakan yang biasanya dijual di area belakang barak, tepatnya barak Alpha dan Bravo. Biasanya si Bapak mulai jualan dari jam 4. Sampai kapannya sih terserah Bapaknya, jadi nggak ada jam tetap setiap harinya.

"Pak, nasi gorengnya satu ya, dibikin gurih, pedasnya sedang, pakai telur," yang kemudian dibalas dengan anggukan dari sang bapak. Nggak lama kemudian, mungkin sekitar sepuluh menit, nasi goreng gue pun jadi. Segera kami kembali ke barak dan menyantap nasi goreng itu bertiga.


Sumpah, nasi gorengnya memenuhi standar nasi goreng idaman gue! Nasinya nggak lengket, dimasaknya gurih dan agak kering. Bumbunya meresap banget dan pedasnya pas untuk seorang gue yang nggak kuat makan makanan pedas. Ada potongan-potongan ayam yang nyelip diantara tumpukan nasi gurih dan sesendok acar, yang dilengkapi dengan potongan tomat dan mentimun, dan seplastik kerupuk. Nggak butuh waktu lama bagi kami untuk menghabiskan nasi goreng ini sampai butir terakhir. 

Intinya, gue bahagia! Sayang saja porsi nasinya kurang banyak untuk tiga orang taruni rakus seperti kami.


Nasi Goreng Alpha Bravo
Belakang barak Alpha Bravo
Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia

- biasanya mulai jualan sekitar jam 4 -

Friday, January 9, 2015

Homemade Es Teler

Es Teler is a well known traditional fruit cocktail in Indonesia. You can mostly find this dessert at every Indonesian restaurants. It is very simple to make this fruit cocktail, as you just need to combine various fruits with condensed milk. The basic ingredients to make Es Teler are avocado, coconut meat, cincau (or grass jelly), jackfruit, coconut milk, condensed milk, syrup, and sugar but it's okay if you want to use other ingredients like I did. 

In this post, I will show you a super easy step-by-step tutorial on how to make one for yourself. Do take notes that I didn't include any measuring of the ingredients because I just made the dessert based on my liking. Don't be afraid to experiment!


Ingredients:
- Avocado
- Coconut
- Kolang-kaling
- Syrup
- Condensed milk
- Ice cubes

How to Make:

- slice the avocado into two and scoop out the meat into a bowl





- prepare your coconut by separating the coconut water and the coconut meat into different bowl
First, you cut the upper part of the coconut, then pour the coconut water into a big bowl. Then, cut the coconut into two, and scoop out the meat. 





- prepare your kolang kaling
It doesn't have to be kolang kaling. I used this particular canned fruit because I couldn't find any grass jelly and jackfruit at the Supermarket. It worked just fine, and it tasted delicious as well.



- make your punch 
Simply mix the condensed milk with sugar, water, and syrup. You might want to be careful when you combine the ingredients because you have to taste the punch whether it tasted creamy and sweet, or tasteless because you pour too much water in it. 




When all of the ingredients are all prepared, take out your bowl and put everything in it. Put in the avocado, coconut meat, kolang kaling, the condensed milk mixture, and some ice cubes and voila! your very own Es Teler. Very easy to make, right? 


Saturday, August 3, 2013

STPI, Sarasehan Bekasi - Jakarta (Told You I'll be Back!)


Last friday night, I went out to Tebet to attend this dinner gathering with some friends from my school. Those who come were the ones that live around Bekasi and Jakarta. Now, this gathering was held so that we can get to know each other well - since we were not that familiar one another, including myself. The gathering started at around 4 o'clock in the evening, but my friends and I were tardy because we got caught in a super long traffic jam.. we ended up arriving at the cafe at 7.


Trimar Cafe is a small cafe located in Tebet, squeezed between bistros and pretty much drowned in a sea of hungry youths. Indoor and outdoor seats were available for those who dine in this cafe. A compact stage, complete with a big screen, were set at the outdoor area and a game of soccer was aired that night. As I stepped into the cafe, I notice how soccer-y the cafe is. The walls were decorated with pictures of soccer players, whose face and name I'm not familiar with. There was this one wall printed with picture of a soccer stadium, with writings of "Manchester United" on it. The only thing that is not soccer-related in this cafe is a billiard table just a few steps away from the entrance - which I didn't use because it was monopolized by my seniors. 

My classmates, my friends from different courses, and my seniors were seated at this long wooden table. The gathering was led by a friend of mine nick-named Celi, who happen to excelled at being an MC. We introduced ourselves, got to know each other, and throw jokes at one another. A pleasant atmosphere was created that night. 

Everybody was paying attention as Celi spoke

Soon, it was time for us to grab our plates and scoop food onto it. There were lots of side dishes available for us to consume - stir-fried vegetables, spicy fried noodles, spicy Beef Teriyaki, Chicken Rolls, bakso, and spicy chicken. Most of the side dishes I ate were spicy, but they were delicious as well! For example the Chicken Rolls, filled with diced boiled chicken and ragoût, was creamy and fun to chew. And the Beef Teriyaki was well-cooked and very peppery in a delightful way. 

To be honest, I was expecting an individual portion of dinner instead of a buffet, but it was okay. The guys, especially my friends from course Pilot 66, scooped a - hell - lot of rice and side dishes I was awestruck. I accidently did they same thing that my friends did, to scoop a lot of food onto my plate, and dig in. It's a habit I can't get rid yet..

"That's an awful lot of portion for a girl," one of my friend said

A friend of mine nick-named Step brought a laptop with internet connection with him. Me and my friends ended up munching and chewing while laughing at our other friend's Facebook pictures. We chatted and exchanged Instagram account, as well as Twitter account and LINE ID. It was a fun night. But, a fun night wouldn't be fun without some picture-taking, right?




Trimar Cafe
Jl. Tebet Raya No. 90
Tebet Barat, Jakarta

Phone: (021) 835 2921

Opening Hours:
10 AM - 11 PM