Seperti biasa, akan selalu ada bekal yang gue bawa setiap gue selesai RON (Remain Over Night) dari Bandung. Atas rekomendasi kapten gue, yang kerap kali memesan Sate Pojok setiap beliau menjalankan penerbangan ke Bandung, menu makan siang yang menemani gue selama perjalanan ke Singapura adalah Sate Pojok. Satu porsi Sate Pojok ini berisi lima tusuk sate daging ayam yang gemuk-gemuk dan terdiri dari potongan daging semua. Benar-benar daging, nggak bohong! Nggak ada kulit, nggak ada jeroan, nggak ada lemak, pokoknya semuanya daging. Kurang lebih satu konsep dengan Sate Taichan, namun ukurannya jauh lebih besar, dan harganya jauh lebih mahal juga.
Rp65.000,00 adalah harga Sate Pojok ini pada umumnya. Terdiri dari lima tusuk sate, satu plastik saus kacang, satu plastik sambal kecap, dan satu plastik potongan timun, sate ini benar-benar cukup untuk membuat gue kenyang selama perjalanan gue ke Kota Singa. Namun, beberapa jam kemudian, dalam perjalanan gue ke Pulau Dewata, perut gue sudah menyanyikan lagu kebangsaan rakyatnya kembali.
Daging ayam yang dipakai dalam pembuatan Sate Pojok ini beukuran lebih besar daripada sate pada umumnya, pantas saja harganya mahal. Daging tersebut dibakar sampai berwarna kecoklatan. Bahkan, di beberapa potongan daging, masih ada bagian gosong yang menempel. Gue tau, bagian yang gosong itu sangat buruk untuk kesehatan kalau dikonsumsi, tapi bagian itu juga adalah bagian yang paling enak. Nggak biasanya gue suka dengan bumbu kacang, tapi bumbu kacang yang disajikan dalam kotak sate itu sangat enak! Rasanya gurih dan manis, teksturnya tidak terlalu encer, dan masih ada sedikit potongan kacang yang belum larut dalam bumbunya. Sambal kecapnya pun sangat enak, meskipun beberapa kali gue terkena ranjau potongan cabai ketika tengah mengunyah. Pedasnya nggak main-main, gue sampai kesulitan bernapas untuk beberapa saat karena gue memang nggak tahan dengan pedas, tapi nikmatnya nggak ada yang ngalahin.
Gue sampai menyesal kenapa nggak memesan sepuluh tusuk saja. Sepanjang perjalanan penerbangan, gue berangan-angan tentang sate tersebut, berharap ada sate yang setidaknya mirip dengan sate Kota Kembang tersebut di Bali.
Rp65.000,00 adalah harga Sate Pojok ini pada umumnya. Terdiri dari lima tusuk sate, satu plastik saus kacang, satu plastik sambal kecap, dan satu plastik potongan timun, sate ini benar-benar cukup untuk membuat gue kenyang selama perjalanan gue ke Kota Singa. Namun, beberapa jam kemudian, dalam perjalanan gue ke Pulau Dewata, perut gue sudah menyanyikan lagu kebangsaan rakyatnya kembali.
Daging ayam yang dipakai dalam pembuatan Sate Pojok ini beukuran lebih besar daripada sate pada umumnya, pantas saja harganya mahal. Daging tersebut dibakar sampai berwarna kecoklatan. Bahkan, di beberapa potongan daging, masih ada bagian gosong yang menempel. Gue tau, bagian yang gosong itu sangat buruk untuk kesehatan kalau dikonsumsi, tapi bagian itu juga adalah bagian yang paling enak. Nggak biasanya gue suka dengan bumbu kacang, tapi bumbu kacang yang disajikan dalam kotak sate itu sangat enak! Rasanya gurih dan manis, teksturnya tidak terlalu encer, dan masih ada sedikit potongan kacang yang belum larut dalam bumbunya. Sambal kecapnya pun sangat enak, meskipun beberapa kali gue terkena ranjau potongan cabai ketika tengah mengunyah. Pedasnya nggak main-main, gue sampai kesulitan bernapas untuk beberapa saat karena gue memang nggak tahan dengan pedas, tapi nikmatnya nggak ada yang ngalahin.
Gue sampai menyesal kenapa nggak memesan sepuluh tusuk saja. Sepanjang perjalanan penerbangan, gue berangan-angan tentang sate tersebut, berharap ada sate yang setidaknya mirip dengan sate Kota Kembang tersebut di Bali.
No comments:
Post a Comment